Minggu, 18 Januari 2009

Dulu Pelari, Kini Pengusaha Sukses

Kamis, 18 Januari 2007
Oleh :

Dalam sejarah olah raga atletik Indonesia, nama Purnomo sangat dikenal. Di tahun 1980-an, ayah empat putra, kelahiran Purwokerto, 12 Juli 1962 ini pernah menorehkan prestasi gemilang dan membawa nama harum bangsa Indonesia, bahkan Asia. Ia menjadi satu-satunya wakil Benua Asia yang berhasil masuk semifinal 100 meter Olimpiade 1984, mengalahkan pelari Eropa dan Afrika. Malahan, ia mencatat rekor dengan catatan waktu lebih baik dibanding Allan Wells, juara lari 100 meter Olimpiade Moskow yang menjadi idolanya. Selain juga menjadi Juara Asia Terbuka di Taiwan tahun 1984, Purnomo berhasil masuk semifinal 60 meter dan 200 meter Kejuaraan Dunia Atletik Gelanggang Tertutup di Paris tahun 1985.

Prestasi tersebut tentu saja membuat Purnomo bangga. Akan tetapi pada akhirnya, ia mesti memilih berhenti lebih dini. Mengapa? “Saya sudah mengukur kemampuan saya. Bagi saya, menjadi orang nomor satu di Asia, sudah lebih dari cukup,” katanya. Alasan lain, ia harus segera berpikir tentang masa depan. Untungnya, ia adalah atlet Pelatnas yang menyadari pentingnya pendidikan sejak dahulu. Saat masuk Pelatnas, kesempatan untuk mengenyam pendidikan gratis terbuka luas. Ia pun memilih kuliah manajemen perbankan di Perbanas, Jakarta, dengan harapan bisa berkarier di dunia perbankan, dunia yang didambakan banyak orang saat itu.



Setelah menyelesaikan kuliah tahun 1986, Purnomo mulai mundur dari dunia atletik, meski tidak sepenuhnya. Ia masih harus membantu memberikan motivasi kepada tim Pelatnas lainnya. Baru pada 1989, ia benar-benar menghilang dari dunia atletik, dan memilih konsentrasi bekerja sebagai staf promosi usaha Bank Dagang Negara (kantor pusat). Purnomo sendiri telah menjadi karyawan BDN sejak 1983. “Saya juga melanjutkan kuliah S-1 dan baru lulus tahun 1991,” katanya. Di perusahaan ini, ia mendapat pengetahuan dan pengalaman membuat program-program promosi untuk meningkatkan merek perusahaan.



Pengetahuan Purnomo semakin luas dan terasah tajam saat ia menjadi Asisten Manajer Promosi sepatu merek Nike di Indonesia. Ia berkesempatan memperoleh pelatihan rutin tentang pemasaran dan komunikasi pemasaran – khususnya promosi – di beberapa negara. “Insting bisnis saya juga berkembang,” ungkap penggemar golf, yang terbilang sukses membuat program-program promosi dan memperkuat merek Nike di Indonesia. “Strategi saya waktu itu memang tidak banyak melakukan promosi di media karena biayanya mahal. Saya promosi direct ke para atlet,” katanya. Banyak kegiatan promosi langsung diluncurkan Purnomo, di antaranya mensponsori atlet seperti Angelica Wijaya dan Yayuk Basuki untuk memakai berbagai atribut merek Nike. Hubungan dengan berbagai lembaga atau organisasi keolahragaan juga diperkuatnya.



Setelah 10 tahun menekuni bidang tersebut, muncullah ketidakpuasannya menjadi karyawan. Purnomo bersama dengan seorang temannya, Julius O. Ruslan, kemudian mengibarkan perusahaan media luar ruang sendiri dengan bendera PT Level Delapan Utama, atau yang lebih dikenal sebagai Leveleight Media. “Ini bidang yang sangat saya pahami,” kata Purnomo yang mengundurkan diri dan kemudian aktif mengelola Leveleight sejak 2003. Sejak awal, sudah ada pembagian tugas secara jelas. Purnomo sebagai Direktur Pengembangan Bisnis yang bertugas mencari proyek. Sementara Julius yang lebih banyak mendanai bisnis menjabat Chief Vision Officer, yang banyak berhubungan dengan para klien dalam aktivitas pemasaran.



Meski memiliki pengalaman, ternyata tidaklah mudah mengembangkan bisnis ini. Maklum, jumlah pemainnya sangat banyak, mencapai ratusan. Namun, rata-rata mereka adalah perusahaan kecil yang hanya berfungsi sebagai calo – dengan menjual pengelolaan titik lokasi – pada perusahaan besar. Adapun jumlah pemain besarnya masih bisa dihitung dengan jari. Purnomo tidak ingin menjadi calo. “Saya mau bekerja dan ingin maju. Prinsip saya ternyata cocok dengan Julius,” ucapnya.



Maka, dibutuhkan upaya ekstrakeras demi membuat klien percaya. Berdasarkan pengalaman, meski Leveleight memiliki titik lokasi bagus, terkadang klien yang tidak percaya pada perusahaan baru akan meminta berhubungan dengan perusahaan besar itu. Ia memaklumi karena di bisnis ini memang sering terjadi pemalsuan. Namun, setelah klien melakukan pengecekan sendiri, baru mereka percaya.



Di saat awal, Leveleight sempat menggegerkan dunia agensi media luar ruang. Sebagai pemain baru, Leveleight pernah memenangi tender senilai sekitar Rp 1,3 miliar. “Sekarang kalau ikut lelang, kami menang terus. Kami juga heran,” ujar Purnomo. Untuk menentukan harga agar bisa menang tender, biasanya ia dan Julius berdiskusi. Julius yang jago menghitung merumuskan harga; sedangkan Purnomo dengan menggunakan feeling-nya memberikan masukan.



Purnomo mengamini bahwa di bisnis ini dibutuhkan feeling untuk mengetahui titik lokasi yang baik dengan harga yang tepat. Tak kalah penting, dalam bisnis ini, lobi juga penting untuk memperoleh proyek. “Gaya lobi saya sebenarnya biasa-biasa saja. Tapi saya baru sadar bahwa nama saya bisa menjadi nilai tambah. Dulu saat menjadi juara, saya nggak dapat harta benda di situ. Setelah retired dan berbisnis, saya mendapat kemudahan. Inilah hikmahnya,” Purnomo bertutur.



Purnomo memang memiliki banyak teman. Dari gubernur, wali kota, pejabat, anak presiden, hingga konglomerat dan tokoh lainnya. Dalam hal pergaulan, Julius memberikan acungan jempol. Di matanya, Purnomo adalah orang yang sangat ulet dan supel. “Kesuksesan beliau karena orangnya sangat fleksibel. Di mana saja beliau bisa menyesuaikan diri,” kata Julius yang berusia 32 tahun ini. Julius menambahkan, sikap positif dalam diri Purnomo seperti pantang mundur dan bermental juara inilah yang mungkin sudah biasa ditempa semasa di Pelatnas.



Meski mendapat kemudahan, Purnomo selalu bertekad untuk bekerja secara profesional. “Kalau pejabat memberi pekerjaan, tentu ia mikir, apakah saya bisa kerja atau nggak ya,” katanya. Pasalnya, banyak contoh, yang dibantu pejabat tapi hanya sebagai calo yang hanya mengambil fee. Lain Purnomo, begitu mendapatkan kesempatan dan kepercayaan, ia selalu bertekad menjalankannya secara benar. Ia yakin dukungan tim solid berjumlah 55 orang dan bisa bersinergi dengan baik merupakan kekuatan baginya dalam menjalankan kepercayaan. Ia juga menjaga agar perusahaan bersikap transparan. “Jangan bohong, itu saja. Agar dipercaya, kami juga memberikan servis atau pelayanan, misalnya lampu jangan sering mati, perizinan tepat pada waktunya,” papar Purnomo yang juga mempunyai prinsip untuk selalu menaati semua peraturan yang telah ada.



Mungkin itulah yang membuat perusahaan besar seperti Djarum, Gudang Garam, Bank Muamalat dan Indofood menjadi klien Leveleight. Dan mungkin upaya itulah yang menyebabkan Leveleight bisa cepat merangkak menjadi perusahaan media luar terbesar kelima dalam waktu singkat. “Sebenarnya, planning kami tidak ngoyo. Jalan pelan tapi pasti. Kami nggak mau cari peringkat terlalu cepat. Mungkin kami bisa banyak mendapat titik. Tapi apakah tim kami siap mem-back-up. Pelan-pelan saja. Kami yakin, soal rezeki, Tuhan yang ngatur kok,” ungkapnya. Toh, tidak dipungkiri, Purnomo menginginkan Leveleight suatu saat menjadi nomor satu. “Dulu juara satu (dalam olah raga atletik – Red.), masa sekarang juara lima,” sambungnya sambil tergelak.





Farida Nawang Nurini.
sumber : www.swa.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar