Jumat, 23 Januari 2009

Siapa Manusia Tercepat di Asia Tenggara?


PADA cabang atletik, yang banyak menyediakan kepingan medali emas, nomor yang paling bergengsi dan ditunggu penonton adalah lari 100 meter. Padahal dalam ''hitungan'' ke-10 (10 detik), atlet yang berlomba sudah ''menghilang'' dari pandangan mata.

Bagi pendatang baru yang ciut nyalinya, dia pasti mengalami ketegangan luar biasa, sehingga catatan prestasinya bisa melorot atau tak sebaik di kala latihan. Namun ada kalanya pula atlet baru justru mampu membuat kejutan besar, dengan menembus garis finish terdepan.

Itu bisa terjadi, lantaran dirinya tak terbebani target. Bila atlet senior mampu melaju dengan manis untuk merebut medali emas, itu memang karena dia sarat pengalaman.

Ada kalanya pula sprinter unggulan musti tersisih di babak penyisihan, sebab ketahuan mencuri start atau tiba-tiba mengalami kram kaki karena kurang pemanasan atau terlalu tegang.

Masih banyak lagi pernik-pernik lainnya yang mewarnai lomba di lintasan lari 100 meter.

Indonesia dulu sangat kuat di nomor ini. Pada arena Asian Games 1962 di Jakarta M Sarengat meraih medali emas dengan catatan waktu 10,4 detik.

Pada era 1980-an, kita punya atlet asal Jawa Tengah, Purnomo.

Dia mampu melejit merebut medali perak pada Kejuaraan Asia 1983 di Kuwait. Prestasi tersebut kembali diulang oleh atlet kelahiran Ajibarang ini pada Kejuaraan Asia di Jakarta 1985. Setahun sebelumnya, Purnomo berhasil pula masuk 16 besar (semifinalis) pada Olimpiade Los Angeles.

Usai era Purnomo, muncul Mardi Lestari, yang juga mampu menembus semifinal Olimpiade Seoul 1988.

Setelah itu muncul atlet-atlet potensial seperti Agus Ngamel (Jatim), Erwin Heru (DIY), Sukari (Jatim), Jenis Raubaba, dan John Muray (Papua). Namun, mereka belum mampu berbicara lantang di tingkat Asia Tenggara.

Pemain Persis

Pada SEA Games XXII kali ini, kita memiliki harapan baru. Dia adalah Suryo Agung. Atlet asal Solo berusia 20 tahun ini akan mendampingi rekannya yang lebih senior, John Muray (25 tahun). Muray mempunyai catatan waktu 10,56 detik, sedangkan catatan terbaik Agung 10,46 detik.

Memang, prestasi tersebut masih jauh dibanding rekor SEA Games yang diukir atlet Thailand, Reachai Seeharwoong 10,26 detik (Brunei 1999). Namun perolehan waktu mantan pemain Persis Yunior itu diharapkan menjadi modal bagi persaingan di Hanoi.

Agung yang masih berusia muda membersitkan harapan baru. Sebab, catatan waktunya terus saja meroket. Adalah Pak Kembar (pelatih atletik Solo) yang mengendus talenta besarnya.

Pak Kembar menganjurkan ikut lari 100 m, setelah menyaksikan Agung yang paling cepat larinya di kala pemanasan sebelum bermain sepakbola.

Setelah berlatih ala kadarnya, atlet kelahiran Solo 8 Oktober 1983 ini berangkat ke Kejurnas Yr di Jakarta tahun 2000. Talentanya cukup besar, buktinya dia langsung merebut juara dengan waktu 11,09 detik.

Kemudian sia masuk ke Diklat PPLP Jateng di Salatiga. Setengah tahun di diklat, tak ada tokoh olahraga yang mengendus bakat besarnya. Dia pun main bola lagi.

April 2002 sia dipanggil Pelatnas di Jakarta. Talentanya memang luar biasa, dalam tempo tiga bulan, Juli 2002, Agung kembali merebut juara nasional. Kemudian di Kejuaraan Asia Yr di Jakarta, catatan waktunya tambah tajam, 10,64 detik.

Kemudian pada Indonesia Terbuka di Jakarta 2003, prestasinya diperbaiki lgi menjadi 10,57 detik. Terakhir di Seleknas SEA Games pertengahan Oktober lalu, catatan waktunya semakin tajam menjadi 10,46 detik.

Memang dengan catatan tersebut, diprediksi pengamat sulit baginya merebut medali emas di Hanoi. Namun, pada SEA Games XXI Kualalumpur 2001, catatan tiga peringkat teratas masih lebih baik darinya.

Reechai Seeharwoong (Thailand) yang meraih emas menorehkan 10,29 detik. Perak untuk pelari Singapura Umagla Shyam: 10,37 detik dan perunggu Kongdeh Natete (Thailand) 10,45 detik.

Bila mampu meraih medali perunggu, bagi Agung itu sudah merupakan prestasi.

Namun siapa tahu Agung bisa tampil lebih dahsyat dalam memperbaiki catatan waktunya. Apalagi di Pelatnas ada pelatih asal Jerman, Hans Piter Thumm yang terus memoles teknis, speed dan power-nya.

Dengan adanya lawan-lawan bagus, biasanya motivasi menang atlet akan terbakar dengan dahsyat. Jika mampu menembus catatan temponya 10,3 detik, logikanya dia mengamankan dirinya merebut medali perak.

Mardi pernah tak diunggulkan, namun mampu merebut medali emas sekaligus menumbangkan favorit kuat saat itu, Niti Piyapon.

Mudah-mudahan Agung yang tak dibebani target mampu mengalahkan Seeharwoong (28 tahun) dan merebut medali emas di Hanoi seperti Mardi dulu.(Paulus Noor Mulia-22)

Sumber : Suara Merdeka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar