Minggu, 25 Januari 2009

Purnomo : Akan Lahir Bintang-bintang Baru



BAGAIMANA rasanya bisa berada dalam satu lintasan dengan seseorang yang menjadi idola kita? Tanyakan itu kepada Purnomo Muhammad Yudi. Pada masa mudanya, laki-laki kelahiran Ajibarang, Jawa Tengah, 16 Juli 1962, itu begitu mengidolakan juara lari 100 meter Olimpiade Moskow Allan Wells. Ia bahkan menempelkan poster sang bintang asal Inggris itu di lemari pakaiannya.

Ia tidak menduga suatu hari ia akan berkesempatan berlaga dengan sang idola, bahkan berhasil memecundanginya. Itulah yang terjadi di pertarungan semifinal 100 meter Olimpiade Los Angeles 1984. Hari itu, Jumat 3 Agustus 1984, Purnomo tidak hanya menjadi sprinter kebanggaan Indonesia, tetapi juga menjadi satu-satunya wakil Benua Asia yang berhasil masuk semifinal dalam perebutan gelar manusia tercepat di muka Bumi.

"Olimpiade Los Angeles adalah momentum yang paling berkesan dalam perjalanan saya sebagai pelari karena saya menjadi satu-satunya pelari Asia yang bisa masuk semifinal mengalahkan pelari Eropa dan Afrika," ujar Purnomo.

Meskipun gagal lolos ke final, catatan waktu 10,51 detik yang dibuatnya lebih baik dari Wells. Idolanya itu menyentuh garis finis di belakang Purnomo dengan catatan waktu 10,71 detik. Sepulangnya ke Indonesia, Purnomo pun mencopot poster sang idola dan menyimpannya di balik lemari.

Prestasi gemilang Purnomo itu kembali diulanginya pada Kejuaraan Dunia Atletik Gelanggang Tertutup 18-19 Januari 1985 di Paris. Ia berhasil masuk ke semifinal nomor 60 meter dan 200 meter.

Purnomo mulai diperhitungkan khalayak atletik setelah penampilannya di kejuaraan atletik terbuka di Bandung pertengahan 1982. Purnomo berhasil mengalahkan sprinter terkuat Indonesia masa itu, Jeffery Matahelemual. Prestasinya terus melejit tak terbendung. Di kejuaraan nasional atletik September 1982 ia menggondol dua medali emas di nomor 100 meter dan 200 meter.

Kini setelah 20 tahun berlalu, Purnomo tidak lagi mengayunkan kakinya di lintasan atletik. Ia sibuk mengurusi Level Eight, perusahaan media luar ruang yang didirikannya bersama dua rekannya pada tahun 2001. Hasil karyanya bisa dilihat di sekitar Plaza Senayan. "Enggak jauh-jauh dari tempat saya tanding dulu," ujarnya seraya terkekeh.

MESKIPUN sudah gantung sepatu, toh ia tidak sepenuhnya berpisah dengan bidang yang pernah menjadi bagian hidupnya selama bertahun-tahun. Saat ini Purnomo menjabat sebagai Ketua Bidang Dana dan Usaha di kepengurusan PB PASI periode 2004-2008.

Rabu (8/9) lalu ia sempat melihat penerus-penerusnya berlaga di ajang PON XVI Palembang. "Tiga atau empat tahun lagi bintang-bintang baru atletik akan lahir," kata Purnomo optimistis.

Jika menilik kondisi cabang atletik Indonesia yang sedang memasuki masa-masa suram, beberapa tahun belakangan ini, lontaran itu mungkin akan mengundang reaksi pesimistis. Tetapi lain halnya apabila kita melihat ke belakang.

Berkaca pada pengalamannya itu, Purnomo merasa yakin atletik Indonesia akan bisa kembali ke puncak kejayaannya. Tetapi untuk mencapai itu, ia mengakui banyak ketertinggalan yang harus dikejar dan berbagai hal perlu dibenahi. "Atletik kita sempat vakum lama tanpa kompetisi, sekarang kita harus mulai dari nol lagi," cetus Purnomo.

Penyebaran sarana olahraga yang memadai dan pencarian bibit sprinter dinilainya sebagai sejumlah hal yang penting dilakukan untuk mengejar ketertinggalan prestasi atletik di Tanah Air. (DOT)

Sumber : KOMPAS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar