Minggu, 18 Januari 2009

"SPRINTER" INDONESIA SEMAKIN LANGKA

Jakarta, Sinar Harapan
Mantan ”sprinter” Indonesia Asia Purnomo mengaku prihatin dengan merosotnya prestasi para pelari jarak pendek Indonesia. Jangankan prestasi tingkat Asia, di tingkat Asia Tenggara saja Indonesia tertinggal.

”Terus terang saya ‘trenyuh’. Setelah Mardi Lestari, kini belum ada lagi pelari 100 meter putra yang bisa dibanggakan. ”Sprinter” Indonesia semakin langka saja. Kita seperti kehilangan bibit-bibit muda. Padahal nomor 100 meter merupakan nomor paling bergengsi dalam atletik,” ungkap Purnomo kepada SH di Jakarta, Selasa (17/7).

Menurut pelari kelahiran Ajibarang 40 tahun lalu yang kini duduk di Komisi Atlet PB. PASI (Persatuan Atletik Seluruh Indonesia), ada kecenderungan masyarakat Indonesia mulai meninggalkan olahraga atletik. Indikasinya bisa terlihat dengan makin berkurangnya klub-klub atletik baik di Jakarta maupun di daerah.

”Sepertinya anak-anak lebih menyukai sepakbola atau bola basket. Padahal, Atletik sebenarnya juga menjanjikan masa depan yang cerah jika ditekuni dengan serius,” kata Purnomo.

Ia mensinyalir, kelangkaan pelari-pelari jarak pendek putra antara lain disebabkan keterbatasan bibit pelari, bukan pada keterbatasan pelatih.

”Soal pelatih, kita banyak memiliki pelatih yang lisensinya tak perlu diragukan. Hanya saja karena yang dilatih juga tidak banyak, akibatnya belum ada yang muncul ke permukaan,” lanjut Purnomo yang kini menjabat sebagai manajer promosi salah satu produk perlengkapan olahraga.

Belum adanya atlet Indonesia yang kini bisa dijadikan idola di nomor 100 meter, juga menjadi faktor lainnya. ”Kita masih butuh atlet idola untuk memotivasi atlet-atlet muda. Sekarang, kita sedang tidak punya idola,” papar Purnomo.

Pada dekade 80-an, hampir semua pecandu atletik kenal Purnomo. Namanya makin kesohor ketika ia mencatatkan dirinya sebagai pelari tercepat Asia dengan catatan waktu 10.29 detik dan menembus babak semifinal Olimpiade Los Angeles 1984 sekaligus bersaing dengan ”sprinter” kelas dunia ketika itu seperti Carl Lewis (AS) serta Ben Johnson (Kanada).

Prestasi Purnomo tergolong stabil karena catatan waktu yang dibuat Purnomo di setiap event berkisar antara 10,30 sampai 10,39 detik.

Tahun 1987, sukses Purnomo dilanjutkan Mardi Lestari yang secara mengejutkan mampu memecahkan catatan waktu 10,29 milik Purnomo menjadi 10,21 detik di arena Pekan Olahraga Nasional. Sejak itu, ”sprinter” asal Binjai, Sumut, ini menjadi idola. Mardi juga sempat merasakan berlaga di Olimpiade Barcelona 1992. ”Jika keadaan ini tidak segera diperbaiki dan dirangsang, Indonesia takkan punya lagi pelari jarak pendek,” katanya. (kst)

Sumber : Sinar Harapan Rabu, 18 Juli 2001

Tidak ada komentar:

Posting Komentar